Ketentuan yang diterapkan di situs kepenulisan.com dalam tautan berikut: Ketentuan

Menulis Novel Sastra Siber dengan AI di Handphone.

Menulis novel dengan AI

Emangnya bisa menulis novel di handphone dengan bantuan AI? Tentu! Di era industri kepenulisan 4.0, merupakan waktu yang tepat untuk bisa berkolaborasi dengan AI dalam membantu proses kreatif menulis novel siber sastra di handphone.

Secara garis besar, menulis novel di handphone dengan bantuan AI tuh caranya sama saja dengan cara menulis novel seperti biasanya; di awal tetap akan merencanakan sebuah konsep, memikirkan tema, hingga menentukan genre cerita. 

Seperti yang dikatakan penulis novel populer asal Jepang, Kaho Miyake, yang bilang: 

“Tiga unsur penting yang perlu diperhatikan sebelum mulai menulis novel adalah konsep, tema, genre.”

Dengan begitu, pendayagunaan AI untuk proses menulis novel di ponsel genggam akan tetap berfokus pada persiapan tiga unsur penting, seperti yang disampaikan Kaho Miyake tadi; dan unsur-unsur intrinsik novel, serta unsur ekstrinsik-nya juga.

Seorang penulis asal Korea bernama Yunho Jeon yang memiliki gelar PhD di bidang teknik elektro dan komputer dari Universitas Nasional Seoul memberikan respon akan menulis novel dengan AI. 

“... masih menjadi tanggung jawab penulis untuk memunculkan ide awal sebelum menulis novel. Namun, AI cukup berguna dalam proses mengkonkretkan …”

Bedanya, AI membuat proses persiapan dan memunculkan ide—atau saya menyebutnya sebagai pra-penulisan—menjadi lebih efisien dan memangkas waktu. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Masama Sakamoto, mitra Microsoft AI, perwakilan LinkX Jepang, dalam situs ai-souken.com, yang bilang;

“Menulis novel biasanya dimulai dari mengembangkan ide hingga benar-benar menulisnya, dan biasanya memerlukan waktu beberapa bulan hingga beberapa tahun. Munculnya [kecerdasan buatan] telah membuat proses penulisan menjadi lebih efisien, memudahkan proses penciptaan ide dan meningkatkan ekspresi dalam tulisan.”

Apa yang disampaikan oleh Masama Sakamoto dan Yunho Jeon di atas juga sesuai dengan jajak pendapat yang saya buat sebelum menulis blog post ini; saya sempat melalukan diskusi kepenulisan terlebih dahulu di grup penulis di Facebook ‘Ingin Menjadi Penulis. Namun, Enggan Menulis’ akan eksistensi AI di ranah kepenulisan digital untuk mendapatkan insight.

Dari diskusi itu, saya menangkap beberapa tanggapan yang kebanyakan menyebut bahwa AI dapat membantu memudahkan proses menulis novel, dalam hal-hal seperti: 

  1. Mengelola ide dan konsep cerita, dan brainstorming.
  2. Mengembangkan tokoh dan penokohan.
  3. Menentukan unsur ekstrinsik novel & intrinsik.
  4. Menyusun outline. 
  5. Memahami target pembaca, dengan menentukan genre.
  6. Serta sebagai sumber riset untuk memahami tema dan topik lebih mendalam.
  7. Juga, menjadi salah satu solusi mengatasi writer’s block.

Nah! Pada artikel ini; saya akan membahas, dan menanggapi eksistensi AI yang dapat membantu proses menulis novel melalui perangkat mobile, yang diyakini “lebih fleksibel, portabel, efisien, efektif, dan kreatif” menurut pendapat para ahli dan tanggapan dari teman-teman penulis lainnya.

Di kesempatan ini, saya tidak menjabarkan tips, kiat, atau cara menulis novel dengan AI di handphone; karena akan saya bahas di kesempatan yang berbeda.

Nah, mari memulainya dari sebuah pertanyaan sederhana yang saya dapatkan di kolom komentar Facebook saya.

Mengapa Harus Menulis Novel di Handphone?

Alasan utama, tentu karena kebanyakan pengguna internet saat ini pasti memiliki handphone atau smartphone dibandingkan laptop atau PC; sehingga, penulis sudah terbiasa mengetik dengan dua jempol di keypad ponsel daripada menggunakan keyboard fisik.

Baca Juga: Mengetik Menggunakan Keyboard di Handphone: Rekomendasi Papan Ketik Terbaik!

Di lain sisi; handphone selalu berada di dekat penulis, dan ide seringkali muncul di tengah aktifitas atau saat waktu senggang, sehingga penulis dapat langsung mencatat dan menuangkan ide yang didapat sesegera mungkin di handphone-nya—walaupun, ada pula yang masih memanfaatkan buku catatan karena merasa lebih nyaman.

Selain itu, banyak aplikasi menulis di handphone yang sudah dioptimalkan, sehingga memberikan pengalaman menulis di handphone jauh lebih nyaman dan praktis; misalnya, fitur auto-correct yang ada di keypad atau aplikasi pengelola kata.

Bahkan, beberapa fitur seperti “speech-to-text” memungkinkan penulis menghasilkan tulisan dari suara. Aplikasi menulis saat ini juga telah terkoneksi dengan sistem penyimpanan online (cloud) sehingga memungkinkan untuk cross-device. Apalagi, kini sudah ada aplikasi AI gratis berbentuk ChatBot yang dapat diakses di handphone, dan menjadi “alat produktifitas” bagi penulis. 

Ketika saya sedang menyusun artikel ini; salah seorang teman saya yang berperan sebagai seorang writerpreneur memberikan pendapat;

“Mampu menggunakan AI merupakan satu kecakapan yang sebaiknya dikuasai penulis di era digital karena perannya yang signifikan dan manfaatnya”

Memangnya, se-signifikan apa sih “peran AI” itu dan sebermanfaat apa sih, sehingga dianggap sebagai “satu kecakapan” atau sebuah keterampilan di era digital, khususnya di ranah kepenulisan?

Baca Juga: Hal-Hal Dasar yang Harus Dikuasai Seorang Penulis di era Siber Sastra

Peran AI dalam Proses Menulis Novel di era Siber Sastra.

AI kini memainkan peran penting dalam industri kepenulisan 4.0; berdasarkan pengamatan saya, AI dapat menganalisis gaya bahasa, gaya penulisan, algoritma dan selera pembaca. AI dapat membantu penulis dalam banyak aspek, mulai dari proses pra-penulisan, proses penulisan, hingga proses pasca-penulisan.

AI dalam proses menulis novel dapat memerankan eksistensinya sebagai partner menulis atau asisten menulis yang mumpuni—juga gratis! Istilah ini, disebut sebagai “co-writer”.

Memanfaatkan AI sebagai co-writer dapat menghemat waktu, meringkas proses pra-penulisan, menumbuhkan minat menulis, dan membuat proses penulisan menjadi lebih kreatif, efektif dan efisien dan memperluas batasan penulisan dengan memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkreasi dengan cara baru.

Ketika membicarakan “Peran AI di Industri Kepenulisan 4.0” di Grup Kepenulisan “Ingin Menjadi Penulis. Namun, Enggan Menulis” di Facebook, saya mendapatkan dua pertanyaan dan akan menjawabnya di kesempatan ini.

Apa Keuntungan Menulis Novel dengan Kolaborasi AI di Handphone?

Dari pengalaman dan pemahaman saya menulis bersama AI—dan ketika menulis artikel ini pun—keuntungan yang dapat dimanfaatkan penulis dari hasil berkolaborasi dengan AI dalam proses menulis novel di handphone (smartphone), seperti:

  • AI dapat membantu mengelola ide-ide, dan menyarankan pengembangan unsur-unsur cerita.
  • Menulis novel dengan AI di handphone, memungkinkan untuk bisa menulis di mana saja dan kapan saja tanpa memerlukan laptop atau komputer; hal ini membuat proses menulis lebih fleksibel.
  • Dengan teknologi kecerdasan buatan, penulis bisa mendapatkan feedback atau umpan balik saran berdasarkan gaya tulisan, merencanakan pembentukan tokoh, atau bahkan membantu merangkai dialog yang lebih baik.
  • AI dapat melakukan proofreading atau sebagai beta-reader pada tata bahasa, ejaan, dan struktur kalimat, sehingga membantu penulis untuk meminimalkan kesalahan penulisan.
  • AI dapat digunakan sebagai asisten yang siap kapan saja, hal ini memungkinkan penulis bisa berkolaborasi dengan "partner" yang tidak pernah lelah, sehingga dapat fokus pada bagian kreatif penulisan.
  • Dengan adanya aplikasi AI di handphone; kamu tidak perlu menyewa editor atau ghost-writer untuk membantu menyusun naskah, sehingga lebih hemat biaya.
  • AI dapat membantu penulis mengeksplorasi berbagai struktur alur cerita alternatif, mengembangkan tokoh dan karakter, atau bahkan menemukan ending yang tak terduga.

Keuntungan-keuntungan ini membuat kolaborasi dengan AI menjadi solusi modern yang menarik bagi penulis novel. Berkolaborasi dengan AI dalam proses menulis novel mendorong optimalisasi potensi penulis untuk menghasilkan karya tulis; dan sialnya, kemudahan ini juga berpotensi menurunkan rekognisi penulis. 

Dr. Firman Kurniawan S. yang merupakan seorang dosen pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI), memberikan tanggapan yang saya kutip dari artikel di detik.

"Optimalkan. Tapi dalam keadaan Anda akhirnya menjadi bergantung dan nyaman, itu resikonya adalah rekognisi jadi tidak berkembang. Jadi dikasih pilihan ya, mau sekedar melunasi kewajiban saja atau meningkatkan kemampuan?”

Apa yang menjadi resiko dari pendayagunaan AI ini menimbulkan kekhawatiran, dan ancaman bagi penulis. Hingga menimbulkan sebuah tanya …

Apakah AI Bisa Menggantikan Kreativitas Penulis dalam Menulis Novel di era Siber Sastra?

Ya! Tentu dan sangat memungkinkan. Hal ini bisa saja terjadi jika penulis terus-menerus mengeksploitasi AI alih-alih mengeksplorasi AI sebagai asisten menulis yang dapat diajak berkolaborasi untuk sama-sama belajar dan berkarya. 

AI sebaiknya dijadikan sebagai sarana proses belajar menjadi penulis dan mempelajari proses menulis novel. 

Saya tekankan, bahwa AI dapat membantu penulis meningkatkan kreativitas alih-alih menggantikan kreativitas penulis. Hal ini, saya yakini dari sebuah kalimat yang saya kutip dari artikel di umsida.ac.id tentang: potensi ancaman AI di industri kreatif:

“Ide dan cara berpikir manusia serta solusi yang dihasilkan merupakan suatu hal yang tidak bisa ditiru oleh AI.”

Kutipan di atas, meyakinkan saya bahwa saat ini; AI hanya sebatas mitra, rekan, partner, atau asisten menulis yang dapat dimanfaatkan untuk membantu penulis menghasilkan karya tulis. Bukan sebagai alat yang seutuhnya menggantikan peran penulis—tapi, di beberapa “pekerjaan”, peran penulis memang sudah seutuhnya digantikan AI.

Sayangnya, AI tidak hanya semata-mata alat yang digunakan, ‘dia’ juga mempelajari kita sebagai penggunanya; sama seperti kita, yang sama-sama saling mempelajari. Nah! Mengapa tidak menerapkan “simbiosis mutualisme”? AI mempelajari kita, dan kita belajar dari atau dengan AI.

Di ranah kepenulisan novel, AI belum mampu memberikan “rasa” terhadap tulisan yang dihidangkannya; sehingga, penulis lah yang memberikan rasa itu dengan gagasan dan pengalaman berpikir; inilah sisi kreativitas yang mungkin belum bisa digantikan AI.

Mengutip penjelasan yang dipublikasikan Kompas, terkait diskusi “Kecerdasan Buatan: Batasan dan Pengaruh dalam Khazanah Sastra”

“... AI bisa membantu kita dalam menulis dan berpikir lebih kritis, … tetapi subyektif manusia dalam kehidupan sehari-hari itu tidak bisa dititipkan ke AI. ‘Kecerdasan Buatan’ akan tetap menjadi mitra dalam penciptaan karya sastra. Kita harus bekerja sama dengan AI.”

AI semestinya dimanfaatkan untuk menggali potensi, minat, dan pengalaman berpikir. Nah, pengalaman berpikir ini, bisa didapatkan dengan kemudahan mengakses informasi yang disajikan AI jenis ChatBot lewat obrolan dengannya.

Dari kutipan di atas, saya sepakat bahwa AI bukan mengganti kreativitas penulis dalam menulis novel; lebih dari itu, AI dapat dijadikan mitra, partner, rekan atau asisten, untuk menunjang kreativitas berpikir manusia sebagai seorang penulis.

Lalu… 

Kenapa Harus Menulis Novel dengan AI?

Saya merupakan individu yang tidak percaya bahwa “menulis novel” itu membutuhkan bakat, lebih dari itu; menulis novel adalah sebuah keterampilan—dan proses.

Menulis novel dengan AI di era siber sastra merupakan satu bentuk kecakapan; dan kolaborasi dengan AI dapat meningkatkan keterampilan menulis, menumbuhkan minat, menggali potensi penulis dan menjadi asisten menulis.

Saya tak bermaksud untuk mengkampanyekan “generatif AI” untuk menghasilkan karya tulis sastra siber. AI di industri kepenulisan 4.0 hanya sebuah alat yang saya kira sebaiknya dapat digunakan dan dijadikan satu kecakapan atau keterampilan author.

Akan tetapi, tetap saja artifisial inteligen juga memiliki dampak buruk terhadap author, yang bisa saja timbul apabila terlalu sering menyerahkan proses berpikir kreatif ke “kecerdasan buatan”.

Kecerdasan Buatan tuh, mirip-mirip dengan ponsel pintar (smartphone), kehadirannya dimaksudkan untuk memudahkan pekerjaan manusia. Sayangnya, “keter-lena-an” akan kemudahan membuat penggunaannya jadi lebih “dumb”. 

Fenomena ini tentu mendapatkan tanggapan dari salah seorang penulis best-seller genre novel thriller dan horor yang tersohor, Stephen King:

“Saya memandang kemungkinan ini dengan rasa takjub yang mengerikan.”

Novel yang ditulis dengan AI Memenangkan Kompetisi Sastra di Jepang dan Tiongkok.

Di Tiongkok, mengutip laporan dari South China Morning Post, pada 20 Desember 2023 lalu, sebuah artikel bertajuk "Novel Fiksi-ilmiah ditulis dengan Bantuan AI memenangkan Penghargaan Nasional” di Kompetisi Fiksi Ilmiah Populer Jiangsu pada bulan Oktober 2023.

Novel bertajuk "Land of Memories" itu ditulis oleh Shang Yeng, seorang profesor di Universitas Tsinghua Beijing dengan bantuan AI.

Sementara di Jepang, dari Majalah Smithsonian, pada 24 Januari 2024 menerbitkan sebuah artikel bertajuk; "ChatGPT Membantu Penulis Asal Jepang Memenangkan Penghargaan" Akutagawa Prize. Artikel tersebut merupakan saduran dari Japan Times.

Novel bertajuk “Tokyo-to Dojo-to (Tokyo Sympathy Tower)” itu ditulis oleh seorang penulis wanita bernama Rie Kudan. Dalam wawancaranya bersama Japan Times, dia mengatakan kalau AI membuatnya mampu mengekspresikan kreativitas.

Apa yang menarik dari kedua karya di atas ialah, ternyata… tokoh yang berperan di dalam novel tersebut dibentuk berdasarkan reaksi dari obrolan penulisnya dengan AI. Maksudnya, baik Shang Yeng dan Rie Kudan, mereka akan bertanya dengan AI terlebih dahulu dan memahami tanggapan yang diberikan AI, untuk dijadikan landasan tindakan si tokoh.

“AI menghadirkan berbagai tanggapan tokoh yang mungkin dialami, sehingga memberikan inspirasi tentang peristiwa atau adegan apa yang sesuai dalam situasi tertentu di dalam novel,” komentar dari Yunho Jeon menanggapi kemenangan karya tulis Rie Kudan.

Dari kedua karya di atas, saya menangkap proses kreativitas berkolaborasi dengan kecerdasan buatan alih-alih men-generatifikasi AI—walaupun, juga melakukan itu untuk mendapatkan draft kasar.

Jika AI memungkinkan untuk menciptakan “dasar dan sadar” dari seorang tokoh terhadap situasi yang dialaminya. Seorang penulis pun perlu “dasar dan sadar” ketika menulis novel dengan bantuan AI di handphone.

Dasar dan Sadar Menulis Novel dengan Kolaborasi AI di Handphone.

Saya mendapatkan satu tanggapan “pesimis” dari salah satu akun Facebook bernama Jossef Wunink di post saya yang membahas AI di komunitas penulis online “IMPNEM”. Dalam responnya itu, dia menyampaikan;

“Tidak hanya merusak citra, AI membuat kita tidak menghargai proses dan kerja keras dalam menulis novel. Menulis novel itu susah, loh. Bila menggunakan AI, akan terfokus terhadap cara instan dan cepat menyelesaikan, padahal itu pasti jauh dari kata bagus.” 

Masih dalam satu tanggapan yang sama, Jossef Wunink juga mengatakan kalau … 

“AI tentu ada gunanya, seperti membantu dalam riset, but overall, dalam dunia kepenulisan, itu tidak ada gunanya sama sekali.”

Saya sangat suka dengan tanggapan yang dipaparkan Jossef Wunink. Saya juga berpikir seperti itu pada 2022 lalu, saat di mana pembahasan akan eksistensi AI akan menggantikan peran author, blogger dan content-writer; mulai aktif dibahas di komunitas penulis online.

Cara berpikir kita akan AI dan cara kerja (kolaborasi) dengan AI tidak seperti, tak seperti tanggapan Jossef Wunik. Tidak sesederhana itu. Tanpa prompt yang jelas, AI malah terkesan “konyol”. 

Apa yang ditulis oleh Jossef Wunink bisa saja benar. Apabila hanya menggunakan AI untuk proses generatif saja, bisa jadi, kamu hanya akan menghasilkan tulisan sampah. Menurut opini Peter von Stackelberg, seorang jurnalis dalam laman Medium-nya, mengatakan:

“Menulis fiksi itu sulit; generatif kecerdasan buatan dapat membantu. Meskipun begitu, tetap membutuhkan nuansa dan resonansi emosional dari manusia. AI harus dilihat sebagai pelengkap kreativitas penulis, menyediakan perancah (kerangka) dan ide-ide yang perlu dikembangkan lebih lanjut oleh manusia sebagai penulisnya untuk memastikan keaslian dan keterlibatan narasi.”

Dari pendapat Peter von Stackelberg, saya menyimpulkan bahwa novel yang ditulis dengan bantuan AI masih perlu sisi humor, sarkas, satire, hingga kritik; yang mana, hal ini memerlukan sentuhan kreatif dan pemikiran unik manusia.

Hal ini selaras dengan apa yang dipaparkan di itjen.kemendikbud.com, dalam sebuah artikel berjudul: “AI: Bahaya atau Dukungan untuk Pekerjaan Manusia?” yang mengatakan, kalau…

“...sentuhan manusia, kunci penting bagi pemanfaatan kecerdasan buatan. Sepintarnya AI, tetap butuh pemikiran kritis, daya dan kreativitas manusia…”

Tetap saja, sentuhan manusia merupakan kunci penting dalam proses menulis novel menggunakan AI di handphone; khususnya, dalam segi “fundamental sebuah karya”. Inilah yang saya sebut sebagai “dasar dan sadar kepenulisan”.

Sumber Pendukung Blog Post & Terkait:

  1. Departemen Editorial (2022, Juli 08), “【小説の書き方】初心者が押さえておきたい基本やコツをプロが解説!” diakses pada 17 September 2024, dari: maho.jp
  2. Sakamoto, Masama (2024, September 14), “ChatGPTで小説を書く方法を解説!ポイントやプロンプト例も紹介” diakses pada 18 September 2024, dari: ai-souken.com
  3. Romadhona S., (2024, Juni 11) "Artificial Intelligence Berpotensi Mengancam Industri Kreatif, Tapi…" diakses pada 10 September 2024, dari: umsida.ac.id
  4. Aranditio, Stephanus (2023, Oktober 27) "Bermitra dengan Kecerdasan Buatan dalam Karya Sastra" diakses pada 10 September 2024, dari: kompas.id
  5. Haysom, Sam (2023, Agustus 24) "Stephen King shares his thoughts on AI writing fiction" diakses pada 10 September 2024, dari: mashable.com
  6. Chik, Holly (2023, Desember 20) "A Chinese professor used AI to write a science fiction novel. Then it was a winner in a national competition" diakses pada 10 September 2024, dari: scmp.com
  7. Anderson, Sonja (2024, Januari 24) , "ChatGPT Helped Write This Award-Winning Japanese Novel" diakses pada 11 September 2024, dari: smithsonianmag.com
  8. Stackelberg, Peter von (2024, Juli 03), "Fiction Writing & Generative AI", diakses pada 18 September 2024, dari: medium.com
  9. Romanti (2023, Mei 30), "Artificial Intelligence (AI): Bahaya atau Dukungan untuk Pekerjaan Manusia?", diakses pada 16 September 2024, dari: itjen.kemdikbud.go.id
  10. Rakuraku Studio (2023, Mei 26), "【作家志望者必見】出版社が語る【小説を書くコツ】とは", diakses pada 17 September 2024, dari: raku-jihi.com
  11. Koesmawardhani, Nograhany Widhi (2024, September 18) "Dosen UI: Jangan Lawan Perkembangan AI Tapi Optimalkan, Mahasiswa Punya Pilihan" diakses pada 19 September 2024, dari: detik.com 
  12. SK하이닉스 (2024, Mei 03) “ 공학 박사 출신 SF 소설가 ‘전윤호 작가’가 말하는 ‘AI와 문학’ ” diakses pada 19 September 2024, dari: news.skhynix.co.kr

© Kepenulisan.com. Hak cipta. Developed by Jago Desain