Karya Sastra bukan sekadar kumpulan kata yang tersusun indah, melainkan cerminan dari cara berpikir, cara pandang, dan nilai budaya suatu peradaban. Dalam dunia kepenulisan, ada banyak aliran sastra yang berkembang, masing-masing dengan ciri khas dan pengaruhnya sendiri.
Perkembangan aliran sastra tidak lepas dari dinamika sejarah, sosial, dan kultural. Seiring waktu, sastra mengalami perubahan; mulai dari tradisi lisan, tulisan modern berbentuk cetak, hingga digitalisasi yang mengedepankan inovasi berbahasa dan ekspresi naratif. Aliran sastra boleh dibilang sebagai “mazhab” yang membentuk gaya, tema, dan filosofi suatu karya.
Nah, pada artikel ini; saya akan membawa kamu dalam pembahasan akan definisi, ragam jenis aliran sastra, perkembangan, contoh karya, serta pengaruhnya terhadap dunia kepenulisan. Untuk mengawalinya, mari memulai dari sebuah pertanyaan mendasar… Apa itu Aliran Sastra?
Definisi dan Konsep Dasar Aliran Sastra.
Aliran sastra merupakan suatu kecenderungan atau tren dalam dunia kesusastraan yang menampilkan gaya penulisan, tema, dan sudut pandang. Menurut Alfian Rokhmansyah dalam buku yang ditulisnya, “Studi dan Pengkajian Sastra: Perkenalan Awal Terhadap Ilmu Sastra (2014)”, aliran sastra didefinisikan sebagai:
Cara sastrawan untuk menggambarkan prinsip, pandangan hidup, atau ide yang ingin disampaikan melalui karya sastra; yang berfungsi sebagai kerangka konseptual, mencerminkan sudut pandang pengarang terhadap realitas, nilai-nilai, dan tujuan estetika dalam karya. Tidak hanya sekadar gaya penulisan, melainkan refleksi interaksi antara pengarang dengan konteks zaman.
Setiap aliran sastra timbul dari konteks, seperti reaksi terhadap dinamika individu, perubahan fenomena, suatu problema yang hadir di kehidupan sosial, atau perkembangan filsafat. Aliran sastra membuat karya tulis tidak hanya sebagai karya seni, melainkan sebagai “catatan” yang merekam pergeseran kerangka berpikir dan nilai-nilai masyarakat.
Hal ini selaras dengan definisi aliran sastra menurut Aoh K. Hadimadja dalam buku yang ditulisnya berjudul “Aliran-aliran Klasik, Romantik dan Realisme dalam Kesusastraan: Dasar-dasar Perkembangannya (1972)”.
Aliran sastra merupakan keyakinan atau paham yang dianut oleh kelompok pengarang yang sepaham, muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap pandangan dominan pada zaman; yang mencerminkan prinsip, ideologi, dan cara pandang pengarang dalam merepresentasikan realitas, nilai, atau tujuan estetika melalui karya sastra.
Dari kedua definisi aliran sastra akan sebuah prinsip, persepsi dan perspektif; menurut para ahli di atas, menimbulkan satu pertanyaan…
Mengapa Pembaca & Penulis Harus Memahami Aliran Sastra?
Kalau memahami definisi aliran sastra menurut Aoh K. Hadimadja di atas yang mengatakan bahwa aliran sastra bukan sekadar gaya penulisan, tetapi juga cerminan interaksi pengarang dengan zamannya. Itu berarti, memahami aliran sastra akan membantu penulis dan pembaca untuk bisa menafsirkan pesan, nilai, dan konteks historis karya sastra secara lebih mendalam.
Setiap aliran, membantu pembaca untuk menangkap atau membawa pesan dan kritik yang spesifik terhadap kondisi di mana suatu karya ditulis. Misalnya, aliran modern muncul sebagai tanggapan terhadap industrialisasi dan perubahan sosial, sedangkan aliran tradisional tetap memegang nilai-nilai kearifan lokal dan ajaran.
Mengenal aliran sastra, akan membantu penulis untuk dapat mengapresiasi keragaman ekspresi kreatif yang memiliki nilai sejarah, serta menyadari peran dan karakteristik sastra dalam membentuk identitas budaya; melihat bagaimana sastra terus berkembang dan tetap relevan dalam menggambarkan pengalaman manusia.
Karakteristik Aliran Sastra Menurut Aoh K. Hadimadja
Aoh K. Hadimadja dalam buku yang sudah saya sebutkan di atas, mengklasifikasikan tiga aliran utama aliran sastra; yakni klasik, romantik, dan realisme. Ketiga aliran itulah yang menjadi garis besar buku tersebut. Di dalam buku itu, Aoh K. Hadimadja menjelaskan karakteristik aliran sastra, yang menurutnya:
- Aliran Sastra sebagai Perlawanan terhadap Hegemoni. Aliran sastra lahir dari dinamika perlawanan terhadap paham yang mendominasi suatu era. Misalnya, aliran romantik muncul sebagai reaksi terhadap kekakuan aliran klasik.
- Aliran Sastra sebagai Ciri Khas Kolektif. Meski pengarang dalam satu aliran mungkin memiliki perbedaan individual, karyanya tetap menunjukkan ciri umum yang memungkinkan pengelompokan ke dalam aliran tertentu.
- Pengaruh Konteks Zaman. Perkembangan aliran sastra terkait erat dengan faktor politik, ekonomi, filsafat, dan perubahan sosial. Contohnya, aliran klasik terinspirasi oleh keagungan Yunani-Romawi, sementara realisme muncul dari respons terhadap kehidupan industrialisasi.
Sejarah, Perkembangan Aliran Sastra, Tokoh dan Karya Representatif.
Perjalanan sastra bisa dibagi dalam beberapa era yang ditandai oleh perubahan cara berpikir dan kondisi sosial. Dalam konteks ini, saya akan berfokus pada perkembangan aliran sastra secara global, sementara sejarah perkembangan angkatan sastra di Indonesia; boleh jadi akan dibahas pada artikel selanjutnya.
Tentu saja, perkembangan aliran sastra tidak terlepas dari kontribusi tokoh-tokoh besar yang karyanya merefleksikan nilai dan karakteristik masing-masing aliran.
Sastra Klasik:
Sastra klasik atau bisa disebut sebagai sastra tradisional (sastra lisan), yang menurut pemahaman Dr. Barbara Kiefer (2007) berakar pada karya sastra lama yang diturunkan secara lisan, dari mulut ke mulut, yang diwariskan turun-temurun dari tahun ke tahun yang memiliki nilai moral, religius, dan filosofis.
Merangkum penjelasan dari buku yang disusun oleh Siti Gomo Attas berjudul “Sastra Klasik” terbitan Universitas Negeri Jakarta Press pada tahun 2018, menjelaskan:
Status pengarang dalam sastra klasik biasanya tidak banyak diketahui orang, alias anonim. Karena tidak termuat dalam bentuk buku, melainkan dari mulut ke mulut. Sehingga, tidak heran bila karya ini nantinya berkembang dalam banyak versi.
Contohnya adalah wiracarita (epos), hikayat, syair, dan sastra Melayu lama yang kaya akan cerita rakyat juga ajaran spiritual. Karya-karya ini mencerminkan kepercayaan dan kearifan lokal yang menjadi fondasi budaya masa lampau. Kisah seperti Mahabharata, mitos, legenda, fabel; seperti cerita Malin Kundang, Legenda Danau Toba, atau Serat Centhini dari Jawa yang berisi kisah perjalanan dan ajaran kehidupan.
Sastra Modern:
Secara sederhana, sastra modern merupakan aliran yang muncul seiring dengan perkembangan industri, percetakan, masyarakat modern, dan perubahan sosial; dengan fokus tema yang relevan dengan kehidupan.
Aliran sastra modern banyak memberikan kritik serta perspektif dan persepsi terhadap suatu dinamika sosial yang terjadi di masyarakat; seperti kisah “Siti Nurbaya” oleh Marah Rusli, dapat dijadikan contoh yang menggambarkan konflik antara adat dan modernitas.
Pada aliran sastra modern, muncul berbagai bentuk gerakan sastra yang dapat dikelompokkan menjadi dua gerakan; yakni gerakan sastra kiri dan gerakan sastra kanan. Konteks ini, akan dibahas pada artikel selanjutnya.
Sastra Kontemporer:
Berdasarkan penjelasan yang disadur dari laman Universitas Teknokrat Indonesia; sastra kontemporer merujuk pada karya-karya sastra yang dipublikasikan pada awal abad ke-20 hingga saat ini, yang kerap kali mempengaruhi cara penulis berkarya.
Sastra kontemporer lebih bebas dalam bentuk dan tema, sering kali menggabungkan berbagai elemen dari aliran sebelumnya. Contoh yang baru-baru ini saya baca adalah “Cantik Itu Luka” yang ditulis Eka Kurniawan; karya sastra ini menyajikan kombinasi antara realisme magis dengan kritik sosial.
Bila membicarakan sastra kontemporer, itu berarti akan membicarakan sastra siber juga. Ya, inilah yang membuat ketiga pengelompokan aliran sastra di atas memiliki perbedaan.
- Sastra klasik berakar dari lisan yang disebarkan dari mulut ke mulut.
- Sastra modern timbul seiring perkembangan industri percetakan.
- Sastra kontemporer muncul bersama perkembangan teknologi yang mana membuatnya tidak harus berbentuk buku; ada juga yang berbentuk digital, bahkan audio.
Dalam konteks ini, karya sastra kontemporer berbentuk digital dan audio yang dipublikasikan di sosial media dan platform menulis tanpa sentuhan tim redaksi penerbitan, akan disebut sebagai sastra siber.
Jenis Aliran Sastra Disertai Contoh Karya.
Setiap aliran sastra memiliki karakteristik unik. Aliran sastra bukan cuma sebelas jenis ini saja, yang lain mungkin ada dan akan dibahas di lain kesempatan. Berikut beberapa aliran utama beserta contoh karya yang saya ketahui; yang umum diusung dan dapat dibaca.
Romantisisme
Aliran ini mengutamakan emosi, keindahan alam, dan ekspresi perasaan mendalam.
Contoh Romantisisme, misalnya: buku berjudul “Tenggelamnya Kapal Van der Wijck” karya Buya Hamka, yang mengisahkan cinta tragis dengan latar budaya Minangkabau.
![]() |
Sumber: Google Book. |
Realisme
Aliran sastra realisme menggambarkan kehidupan sehari-hari secara apa adanya, tanpa dramatisasi berlebihan.
Contoh aliran sastra Realisme misalnya "Layar Terkembang" karya Sutan Takdir Alisjahbana, yang menampilkan perjuangan perempuan dalam pendidikan dan modernisasi.
![]() |
Sumber: Gramedia Books |
Naturalisme
Aliran sastra Naturalisme merupakan turunan dari Realisme, yang lebih fokus pada kesulitan kondisi sosial; seringkali menyoroti penderitaan manusia.
Contoh Naturalisme: "Burung-Burung Manyar" karya Y.B. Mangunwijaya yang mengisahkan perubahan sosial-politik Indonesia dari perspektif individu.
Menurut pendapat dari salah satu ulasan pembaca di Goodreads, Mahatmanto berpendapat:
... membaca novel ini, bisa menemukan dua lapis kisah: pertama, yang dinarasikan di permukaan. Juga kisah pertukaran identitas, yang disimbolkan oleh penggunaan nama, pemeranan tokoh yang semuanya bermuara pada kesimpulan bahwa revolusi Indonesia adalah pengalaman kultural yang dahsyat. Mengubah sampai ke lapis-lapis dasar struktur identitas kita.
Modernisme
Modernisme lebih eksperimental dalam struktur dan gaya bahasa, seringkali menampilkan perspektif yang tidak biasa.
Contoh Modernisme: "Atheis" karya Achdiat K. Mihardja yang membahas krisis keyakinan dan pemikiran eksistensial seorang tokoh.
Saya mengutip sebuah ulasan yang disajikan dalam laman Goodreads dari sebuah pengguna bernama Kikuk, dia berpendapat ...
Novel Atheis melihat gambaran transisi dari cara berpikir yang tradisional ke cara berpikir modern. Buku ini menurutku masih sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia sekarang dan sepatutnya dibaca oleh orang-orang Indonesia. Selain sebagai sebuah karya sastra yang harus dikenal tetapi juga pelajaran-pelajaran soal berpikir kritis yang digambar melalui para tokohnya.
Ekspresionisme
Fokus pada pengungkapan emosi, perasaan batin, atau pergolakan jiwa penulis/pemeran. Realitas sering mengabaikan logika realistis, seringkali "dipelintir" atau dibesar-besarkan untuk menonjolkan sudut pandang subjektif dengan gaya bahasa dramatis, terkadang kasar atau penuh amarah. Tema tentang kesepian, pemberontakan, atau krisis eksistensi.
Contoh Ekspresionisme: puisi "Aku" karya Chairil Anwar. Puisi ini menggambarkan semangat hidup dan perlawanan terhadap keterbatasan, penggunaan kata-kata tajam seperti "aku binatang jalang" untuk melukiskan jiwa yang tak ingin terikat norma.
![]() |
Sumber: Gramedia Pustaka |
Impresionisme
Menangkap "kesan sesaat" atau suasana melalui deskripsi indrawi (penglihatan, pendengaran, dll.) yang samar dan puitis. Deskripsi detail seperti lukisan impresionis (misalnya cahaya, warna, suara). Alur cerita sering tidak jelas, karena yang utama adalah "suasana hati".
Contoh Impresionisme: novel "Pada Sebuah Kapal" karya Nh. Dini yang menggambarkan perjalanan laut dengan detail seperti gemericik air, angin laut, atau bayangan awan, seolah pembaca merasakan langsung keindahan dan kesepian di tengah laut.
Determinisme
Keyakinan bahwa nasib manusia sudah ditentukan oleh faktor di luar kontrolnya, seperti lingkungan, keturunan, atau sistem sosial. Tokoh sering "terjebak" dalam situasi tanpa jalan keluar. Mengkritik ketidakadilan struktural (kolonialisme, kemiskinan, dll.).
Contoh Determinisme: novel "Bumi Manusia" karya Pramoedya Ananta Toer. Nasib Minke sebagai tokoh utama mencerminkan determinisme sejarah.
Idealisme
Menekankan gagasan atau cita-cita luhur yang sering bertentangan dengan kenyataan. Tokoh memiliki prinsip kuat tentang keadilan, cinta, atau kebenaran. Cerita sering berakhir tragis karena benturan antara idealisme dan realitas.
Contoh Idealisme: novel "Salah Asuhan" karya Abdul Muis. Hanafi, tokoh utama, adalah pemuda Minang yang terobsesi dengan budaya Barat dan pendidikan modern. Namun, idealisme ini justru merusak hubungannya dengan keluarga dan tradisi, berujung pada kehancuran diri.
Simbolisme
Penggunaan simbol atau lambang untuk mewakili ide abstrak (cinta, kematian, spiritualitas, dll.). Kata-kata bermakna ganda (harfiah dan tersirat), banyak metafora atau perumpamaan.
Contoh Simbolisme: puisi "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono. Hujan dalam puisi ini bukan sekadar fenomena alam, tetapi simbol kesetiaan dan cinta yang diam-diam.
Psikologisme
Penekanan pada penggambaran kondisi kejiwaan tokoh, seperti konflik batin, trauma, atau motivasi tersembunyi. Mengusung tema yang kompleks seperti rasa bersalah, identitas, atau kecemasan.
Contoh Psikologisme: novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Srintil, penari ronggeng, digambarkan mengalami konflik antara keinginan untuk bebas dengan tekanan adat. Pikiran dan emosinya diurai secara mendetail, seperti saat ia merasa terasing dari diri sendiri.
Didaktisme
Satu jenis aliran sastra yang bertujuan mengajarkan nilai moral, agama, atau pelajaran hidup secara langsung. Mengandung pesan yang jelas dan sering disampaikan melalui dialog atau narasi. Karakter "baik" dan "jahat" biasanya hitam-putih.
Contoh Didaktisme: puisi "Karangan Bunga" karya Taufiq Ismail. Puisi ini mengkritik ketidakpedulian masyarakat pada korban kekerasan.
Modernisme
Aliran sastra yang menolak gagasan tentang satu kebenaran tunggal, sering kali bersifat satir dan mengaburkan batas antara fiksi dan realitas.
Contoh karya sastra pada aliran ini: Supernova yang ditulis oleh Dee Lestari. Novel ini memadukan sains, filsafat, dan sastra populer dalam narasi yang kompleks.
Absurdisme
Aliran yang menekankan ketidakberartian hidup, ketiadaan tujuan eksistensi, dan konflik antara manusia dengan dunia yang tidak rasional. Ciri utamanya adalah penggunaan plot yang tidak logis, dialog absurd, dan situasi tanpa solusi, mencerminkan kekosongan makna dalam kehidupan.
Contoh karya absurdisme: novel Merahnya Merah karya Iwan Simatupang. Tokoh utama mengalami disorientasi identitas dan konflik batin yang tidak terselesaikan. Novel ini mengangkat tema keterasingan manusia di tengah modernisasi, dengan gaya narasi yang sengaja "merusak" struktur cerita konvensional untuk menegaskan absurditas hidup.
Materialisme
Berfokus pada pengaruh kondisi material (ekonomi, sosial, fisik) terhadap kehidupan manusia. Aliran ini menolak hal-hal spiritual atau metafisik, dan percaya bahwa realitas ditentukan oleh faktor-faktor konkret seperti kekayaan, kelas sosial, atau lingkungan.
Tokoh digerakkan oleh kebutuhan ekonomi atau tekanan sosial. Kritik terhadap ketimpangan kelas, kapitalisme, atau sistem yang menindas. Deskripsi detail tentang kemiskinan, kerja keras, atau konflik kepemilikan.
Contoh Karya materialisme, novel “Kubah” karya Ahmad Tohari, mengisahkan Karman seorang kiai yang terlibat korupsi untuk membangun masjid megah. Dalam novel ini, mengkritik hipokrisi agama yang dikendalikan oleh kepentingan materi dan menunjukkan bagaimana uang dan kekuasaan merusak nilai spiritual.
Perkembangan Aliran Sastra
Aliran sastra tidak muncul begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang selalu berkaitan erat dengan konteks sosial dan budaya di mana ia berkembang. Di bawah ini, beberapa faktor penting yang mempengaruhi aliran sastra, antara lain:
- Kondisi Sosial dan Politik: Perubahan besar dalam masyarakat sering kali memunculkan gaya sastra baru. Konflik, revolusi, atau perubahan pemerintahan tidak jarang tercermin dalam karya-karya sastra yang mengkritik kondisi sosial dan mengusung semangat perlawanan atau pembaruan. Misalnya, sastra realisme banyak berkembang setelah era kolonialisme untuk merekam kondisi rakyat saat itu.
- Teknologi dan Media: Kemajuan teknologi memungkinkan penyebaran sastra lebih luas, dari buku cetak hingga platform digital; sehingga membuka peluang baru bagi para penulis untuk mengeksplorasi bentuk-bentuk naratif yang lebih interaktif dan multimedia. Dampaknya, sastra semakin mudah diakses dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan.
- Budaya dan Tradisi Lokal: Karya sastra Indonesia seringkali memiliki pengaruh dari budaya daerah, seperti penggunaan bahasa daerah dalam novel-novel sastra modern.
- Globalisasi membawa pertukaran budaya yang semakin intens, memungkinkan percampuran antara gaya lokal dan internasional. Hal ini memunculkan aliran sastra yang bersifat hibrida, di mana unsur tradisional dan modern saling mempengaruhi, menciptakan karya-karya yang mampu menjangkau audiens global.
Pengaruh Aliran Sastra dalam Dunia Kepenulisan
Setiap aliran sastra memiliki dampak besar dalam dunia kepenulisan, baik dalam hal teknik penulisan maupun tema yang diangkat. Seorang penulis bisa memilih untuk mengikuti satu aliran atau menggabungkan beberapa elemen dari berbagai aliran.
Sebagai contoh, dalam kepenulisan kontemporer, banyak penulis Indonesia menggabungkan realisme dengan unsur magis atau sejarah, seperti yang dilakukan oleh Leila S. Chudori dalam Pulang yang membahas tragedi politik dengan pendekatan sastra yang kuat.
Selain itu, aliran sastra juga mempengaruhi cara kritik sastra berkembang. Kritik sastra modern tidak hanya melihat isi cerita, tetapi juga bagaimana struktur dan gaya bahasa membentuk makna dalam karya tersebut.
Sastra Tradisional: Di ranah sastra tradisional, karya-karya seperti hikayat dan syair klasik menjadi saksi bisu kekayaan budaya masa lampau. Para pengarangnya, meskipun tidak selalu dikenal secara luas, berhasil menyampaikan nilai-nilai moral dan keagamaan yang mendalam melalui cerita-cerita yang penuh makna.Sastra Modern: Tokoh seperti Chairil Anwar dan Sutan Takdir Alisjahbana merupakan contoh nyata dari pergeseran paradigma dalam sastra modern. Karya-karya mereka tidak hanya mengungkapkan perasaan pribadi, tetapi juga menjadi kritik terhadap kondisi sosial yang berubah seiring waktu. Melalui gaya bahasa yang lebih luwes dan penggunaan diksi sebagai ekspresi simbolik, membuka jalan bagi generasi penulis selanjutnya untuk bereksperimen dengan bentuk dan narasi.
Sastra Kontemporer: Dalam era kontemporer, penulis seperti Dewi Lestari dan Ayu Utami muncul sebagai suara baru yang menggugah. Mereka mengangkat isu identitas, gender, dan eksistensialisme dengan pendekatan yang inovatif. Karya-karya keduanya menggabungkan elemen tradisional dan modern, menciptakan narasi yang kompleks dan multidimensi serta mencerminkan dinamika globalisasi dan pertukaran budaya.
Bagian Akhir:
Aliran sastra adalah bagian penting dari perkembangan dunia kepenulisan. Setiap aliran memiliki cara unik dalam merekam kehidupan dan mengekspresikan pemikiran manusia.
Bagi penulis, memahami berbagai aliran sastra bukan hanya menambah wawasan, tetapi juga membantu menemukan gaya menulis yang paling sesuai. Tak peduli aliran mana yang dipilih, yang terpenting adalah bagaimana sebuah karya bisa memberikan dampak bagi pembacanya.
Jadi, sudahkah kamu menemukan aliran sastra pilihanmu?