Ketentuan yang diterapkan di situs kepenulisan.com dalam tautan berikut: Ketentuan

Jenis Paragraf dalam Novel yang Harus Diketahui Penulis Pemula.

Jenis paragraf dalam novel yang wajib dipahami penulis pemula! Pahami peran dan fungsinya untuk membuat cerita lebih menarik dan mengalir.
Paragraf Novel

Berbicara tentang menulis novel, salah satu tantangan yang sering saya hadapi—dan teman-teman penulis pemula tanyakan—adalah bagaimana menyusun paragraf agar cerita terasa mengalir dan tidak monoton.

Dulu, saya kira semua paragraf dalam novel itu sama saja, hanya kumpulan kalimat untuk menceritakan cerita.

Ternyata, tahukah kamu bahwa paragraf dalam novel tuh ada jenisnya? Nah, yang membedakan jenis-jenis paragraf dalam novel tuh ada pada peran dan fungsi spesifik dalam membangun suasana, emosi, dan dinamika cerita.

Paragraf dalam novel pada dasarnya sama saja seperti paragraf pada penulisan non-fiksi, ya namanya juga sama-sama masih dalam ranah kepenulisan. Cuma ya, seperti yang sudah dijelaskan; jenis paragraf tuh dibedakan dari peran dan fungsinya.

Jadi, apa aja peran dan fungsi paragraf dalam novel sehingga dapat dibagi-bagi menjadi beberapa jenis? Berikut ini beberapa jenis paragraf yang sering muncul dalam novel:

1. Paragraf Deskriptif: Melukis Dengan Kata-kata.

Paragraf deskriptif adalah paragraf yang bersifat deskripsi—ok. Paragraf ini merupakan salah satu jenis paragraf umum ditemukan di dalam novel; yang digunakan untuk melukiskan latar, suasana, atau karakter, menggambarkan suatu objek, tempat, dan situasi secara detail.

Kalau menurut penjelasan dari seorang ahli bahasa, Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan yang saya kutip dari sebuah artikel di Pijar Belajar, menjelaskan, kalau:

“... deskripsi adalah sebuah tulisan yang menggambarkan suatu cerita. Tujuannya mengajak pembaca memahami, ikut merasakan dan menikmati hal yang dijelaskan dalam teks, seperti emosi, aktivitas dan lainnya.”

Dari penjelasan Prof. Dr. Henry Guntur di atas, mari fokus pada “mengajak pembaca memahami, ikut merasakan dan menikmati hal yang dijelaskan”. Nah, ini yang sering disalahpahami penulis pemula.

Apa yang sering disalahpahami dari paragraf deskriptif ini?

Alih-alih sesuai dengan makna dari Prof. Dr. Henry Guntur di atas, banyak penulis pemula yang menggunakan paragraf deskriptif ini untuk “menjelaskan” atau memberitahu—bahkan menumpahkan seabrek-abrek.

Padahal! Seharusnya “menunjukan” agar pembaca merasa diajak untuk memahami dan merasakan, juga menikmati.

Nah! Salah satu kesalahan yang sering dilakukan penulis pemula seperti saya dulu ketika menulis paragraf deskripsi adalah terlalu mendetail hingga pembaca mungkin bosan.

Jadi, kamu tuh kalau menulis paragraf deskriptif gak harus menjelaskan semua, fokus saja pada unsur yang relevan dengan cerita. Misalnya, daripada menggambarkan seluruh ruangan, cukup tuliskan:

"Di sudut ruangan, sebuah lampu minyak redup menyala, menerangi bingkai foto tua dengan kaca yang mulai retak."

Contoh Paragraf Deskriptif Setting:

Langit senja di Jakarta perlahan berubah jingga keemasan, memantulkan warna hangat di gedung-gedung tinggi yang menjulang. Jalanan masih dipadati kendaraan, deru mesin dan klakson bersahutan di antara barisan mobil yang bergerak lambat. Di trotoar, orang-orang berjalan tergesa, sebagian mampir ke pedagang kaki lima yang mulai menyalakan lampu temaram di gerobaknya. Aroma sate yang terbakar bercampur dengan wangi tanah yang mulai mendingin setelah seharian terpanggang matahari. Di kejauhan, suara adzan Maghrib menggema, melengkapi harmoni sore Jakarta yang sibuk namun tetap memesona.

Kira-kira, kamu bisa merasakan kota Jakarta di deskripsi yang saya tulis itu, tidak? Tulis tanggapan kamu di kolom komentar, ya.

2. Paragraf Naratif Sang Tulang Punggung Cerita.

Paragraf naratif adalah paragraf yang bersifat narasi; mengurai, yang berfungsi untuk menceritakan peristiwa, kejadian secara kronologis atau rangkaian tindakan dalam cerita. Jenis paragraf ini—menurut saya—adalah "tulang punggung" dari novel.

Kenapa disebut tulang punggung? Karena semua jenis paragraf yang saya sebutkan di sini akan terbenang-merahkan lewat paragraf naratif ini. Saya pernah mendengar suatu pendapat, tapi saya lupa itu datang dari mana; intinya, dia bilang kalau:

“… cerita yang bagus itu tuh yang punya narasi kuat, di mana satu keutuhan cerita ditopang dan kita pembacanya ngerasain itu.”

Kalau menurut kesimpulan dari penjelasan oleh Gorys Keraf dalam buku “Argumentasi dan Narasi” (1981, hlm. 135), yang saya kutip dari sebuah jurnal karya Adi Rustandi menjelaskan:

“... narasi adalah salah satu bentuk wacana yang menceritakan sebuah kejadian yang seolah-olah pembaca mengalaminya.”

Jadi, tantangannya di sini adalah menjaga agar paragraf ini tidak terasa seperti sebuah senarai atau bagaimana supaya paragraf narasi memiliki kesan seperti sebuah kejadian yang seolah-olah dialami pembaca.

Nah, inilah mengapa paragraf ini disebut sebagai tulang punggung, karena dia berperan untuk memberikan kesan yang seolah-olah pembaca mengalami atau terhubung dengan kejadian yang diceritakan.

Contoh Paragraf Narasi dalam Novel:

Dulu, saya pernah membuat narasi yang terlalu monoton, seperti:

"Dia berjalan ke pasar, lalu membeli apel. Kemudian pulang."

Tentu saja, pembaca mengerti dan dapat merasakan pengalaman yang diceritakan. Ya, pembaca pasti pernah pergi ke pasar, membeli lalu pulang. Hanya saja, sebagai penulis; kita perlu membuat pembaca lebih dari mengerti; yakni, terhubung.

Usahakan, ketika menulis paragraf narasi, cobalah menambahkan detail emosional atau alasan si tokoh bertindak.

Contohnya:

"Langkahnya berderap cepat menuju pasar, mencoba mengabaikan tatapan tetangga yang menggunjingnya. Tangan gemetarnya memilih apel yang paling merah, seakan-akan warna itu bisa menyamarkan kekosongan di hatinya."

Bisa lihat bedanya? Narasi jadi lebih menarik karena ada lapisan emosi di baliknya. Pada dasarnya, membahas paragraf naratif ini perlu segmen khusus karena akan terlalu panjang jika dibahas di sini. Kita akan membahasnya di artikel lain.

Silakan komen jika kamu ingin saya membahasnya lebih men-detail.

3. Paragraf Dialog, Tempat Berinteraksi.

Dialog merupakan jenis paragraf paling umum ditemukan dalam novel, karena di sinilah tokoh-tokoh dalam novel benar-benar "berbicara"—berinteraksi—satu sama lain atau dengan dirinya sendiri.

Perlu diketahui, dialog yang baik bukan hanya tentang isi percakapan, tapi lebih ke mempertunjukkan karakteristik si tokoh dan peran dialog itu sebagai pengembang plot.

Kalau ngomongin dialog, pasti akan merembet ke monolog juga. Namun, harus kamu ketahui bahwa tidak ada kaitan antara dialog dengan prolog, epilog, apalagi log-line. Walau istilah-istilah dalam kepenulisan itu ada kata ‘log'-nya.

Kenapa saya bilang begitu? Sebab, ada banyak pertanyaan di akun Facebook saya yang bertanya; Bang Hen, apa sih bedanya prolog, dialog, epilog, dan monolog.

Kalau ngomongin dialog dalam novel, tentu kita akan merembet juga ke hal yang disebut “dialog tag” dan cara membuat dialog dalam novel agar terkesan natural. Hanya saja, membahasnya di sini tidak akan cukup, jadi… kamu bisa membaca artikel tentang hal itu di tautan berikut:

4. Paragraf Eksposisi : Si Penanggungjawab.

Kerap disebut sebagai paragraf pengungkapan. Namun, dalam konteks penulisan, paragraf eksposisi lebih condong ke arah penulisan non-fiksi. Jadi, kita akan menyebut paragraf ini sebagai paragraf pengungkapan.

Kenapa disebut pengungkapan? Saya punya teori, jadi sebenarnya kata “eksposisi” ini memiliki kata dasar “ekspose” ketimbang “ekpos”, walau mungkin bisa aja sama, tapi sebenarnya kedua kata tersebut memiliki makna yang berbeda. Ekspos artinya menunjukkan/pamer; sedangkan ekpose maknanya pernyataan, pengungkapan, penyingkapan.

Teori saya itu ternyata selaras dengan makna yang dijabarkan oleh Jauhari, yang saya kutip dari sebuah Jurnal Bahasa Indonesia “Metamorfosis” bertajuk “Menulis Teks Eksposisi…” menjelaskan, bahwa:

“Teks eksposisi merupakan sebuah karangan yang bertujuan memberitahukan, menerangkan, mengupas, dan menguraikan sesuatu.”

Paragraf eksposisi dalam novel berperan untuk memberikan penjelasan, informasi, atau penjabaran tentang suatu topik. Itulah mengapa paragraf ini bertujuan untuk membangun logika di dalam cerita supaya tidak “cacat logika”.

Bentuk paragraf ini sangat mirip, bahkan sering berdampingan, atau digabungkan bersama paragraf deskriptif dan naratif.

Paragraf jenis ini sering digunakan untuk menjelaskan latar belakang cerita atau konsep dalam novel. Misalnya, menjelaskan sejarah, atau hal-hal yang membangun logika fiktif agar tidak cacat logika.

Jadi, paragraf eksposisi inilah yang bertanggungjawab mengkoneksikan akal pembaca dengan logika di dalam cerita.

Contoh Paragraf Eksposisi Setting dalam Novel:

Ibu kota Neosantara bukan hanya pusat pemerintahan kerajaan yang megah, tetapi juga menyimpan sejarah kelam yang masih membekas dalam ingatan penduduknya. Dahulu, kota ini menjadi saksi perang saudara yang menghancurkan dua faksi kerajaan yang saling berebut takhta. Pertempuran sengit berlangsung selama bertahun-tahun, hingga pada akhirnya, seekor naga penjaga kerajaan turun dari langit, murka atas kehancuran yang diciptakan manusia. Dalam amarahnya, sang naga mengutuk kota ini, membuat langitnya selalu diselimuti kabut keemasan dan sungainya berkilau seperti darah di bawah sinar bulan. Mitos mengatakan bahwa kutukan ini akan berakhir jika keturunan para pengkhianat bersedia menebus dosa leluhur mereka, tetapi hingga kini, ibu kota Neosantara tetap menjadi simbol kejayaan sekaligus peringatan akan keserakahan manusia.

Contoh Paragraf Eksposisi Identitas Tokoh dalam Novel:

Di dalam dirinya, ada pertarungan sunyi yang tak seorang pun tahu—sebuah kekacauan yang mengikis rasa yakin akan siapa dirinya sebenarnya. Setiap bayangan di cermin terasa asing, setiap kata yang diucapkan seolah bukan miliknya. Ia terus mencari pegangan, tetapi semakin menggali, semakin dalam jurang keraguan yang ia temukan. Kenangan masa lalu berbenturan dengan harapan masa depan, sementara dunia di sekitarnya terus menuntut kepastian yang tak bisa ia berikan. Dalam diam, ia merasakan pilu yang tajam, seperti terjebak dalam tubuh yang tak lagi terasa seperti rumah. Identitasnya menjadi teka-teki yang semakin sulit dipecahkan, dan dalam pencariannya, ia hanya berharap menemukan satu hal yang pasti—dirinya sendiri.

5. Paragraf Reflektif atau Internal.

Paragraf reflektif biasanya digunakan untuk mengungkapkan pikiran atau perasaan terdalam suatu tokoh. Jenis paragraf ini di dalam novel akan membawa kita sebagai pembaca masuk ke dalam pemikiran dan perasaan si tokoh akan tanggapan suatu peristiwa di dalam cerita.

Paragraf reflektIf berfungsi sebagai fokus membuat pembaca terhubung dengan tokoh yang berperan di dalam cerita, sehingga dapat membangun empati dan simpati.

Tantangannya di sini adalah bagaimana cara membuat paragraf reflektif ini tetap relevan dan tidak bertele-tele apalagi berlebihan sehingga terkesan memaksa.

Contoh paragraf reflektif POV 3:

"Di matanya, kegelapan itu bukan hanya malam. Itu adalah cerminan dari kekosongan yang ia rasakan sejak hari itu—hari ketika semuanya berubah."

Contoh paragraf reflektif di atas menjelaskan tanggapan bahwa seorang tokoh mulai mendapatkan “kegelapan” ketika sesuatu berubah dari suatu peristiwa. Walau sebenarnya kita bisa menjelaskan “ketika semuanya berubah, segalanya tampak gelap, lebih gelap dari malam”. Namun, bukan seperti itu cara penulis bermain dengan kata-kata.

Contoh paragraf reflektif POV 1:

“Ini bukan lagi rumahku, ini duniaku. Dan karena ini duniaku, aku tidak hanya menemukan diriku sembuh dari rasa sakit karena cinta yang hancur, tetapi menemukan bahwa ketika sesuatu yang kutulis tidak berjalan seperti yang kuharapkan, aku tidak terlalu terluka.”

Contoh paragraf reflektif POV 1 di atas yang saya tulis mengajak pembaca untuk memahami bahwa tokoh yang berperan sudah menerima kenyataan dengan sikap, yang lagi-lagi sebenarnya bisa dijelaskan lebih sederhana tapi bukan seperti itu cara penulis membangun empati, melainkan dengan paragraf reflektif.

Dalam konteks kepenulisan novel bahasa Indonesia, jenis paragraf ini jarang disinggung. Saya sendiri, baru memahami jenis paragraf ini ketika membaca tips menulis dalam bahasa Inggris. Sekilas, dari apa yang saya tulis; paragraf ini agak—bahkan sangat—mirip dengan paragraf eksposisi, ya.

Jenis paragraf reflektif ini perlu dipelajari, sebab di sinilah kesempatan penulis untuk membuka ruang kepada pembaca masuk memahami apa yang dipikirkan, dirasakan, dan tanggapan satu tokoh terhadap suatu peristiwa.

6. Paragraf Persuasi: Si Ahli Pengaruh.

Paragraf persuasi pada dasarnya merupakan jenis paragraf yang lebih eksis dibahas pada penulisan non-fiksi. Sedangkan di konteks novel atau fiksi. Jenis paragraf ini berkaitan pada penulisan dialog dan monolog.

Kalau dari kesimpulan yang saya baca dari penjelasan pada sebuah Makalah yang menyadur berbagai sumber, ditulis oleh Anisa Rahma Sari, di laman Scribd berjudul Hakikat Paragraf Persuasi, menjelaskan:

Paragraf persuasi adalah teks yang berisi ajakan, bujukan, rayuan himbauan, anjuran, motivasi, dan upaya untuk mempengaruhi.

Upaya untuk mempengaruhi ini kadang disampaikan secara halus, sehingga yang tadinya dimaksudkan untuk mempengaruhi tokoh, ternyata juga mempengaruhi pembaca.

Contoh paragraf persuasi dalam dialog novel:

Rina menyandarkan tubuhnya di kursi, menatap Dika yang sibuk dengan ponselnya. "Kok gak lanjut nulis lagi?".

"Lagi malas, lebih enak scroll medsos.” Dika mengangkat bahu tanpa mengalihkan pandangan dari layar.

Sambil tersenyum, Rina membalas. "Kamu pasti lagi ngalamin yang namanya Popcorn Brain, ya kan?" katanya, sambil menyandarkan dagu di telapak tangannya.

Dika akhirnya memberikan tatapan, sedikit berpikir. "Hmm… gak juga. Emangnya itu apaan?"

“Kamu harus baca artikel ini, deh. Supaya ngerti!" Rina menyodorkan ponselnya, menampilkan sebuah laman web dari Kepenulisan.com. "Mau baca?"

Dika mengambil ponsel itu, menatapnya sejenak, lalu tersenyum. "Boleh deh!"

Contoh paragraf persuasi di atas mungkin mempengaruhi lawan bicara dan pembaca juga. Kalau kamu penasaran, pasti kamu bakalan nyari informasi tentang istilah Popcorn Brain itu. Apa iya, fenomena itu yang bikin nulis jadi makin sulit sekarang? 

Kesimpulan: Setiap Paragraf dalam Novel Punya Perangai.

Memahami jenis-jenis paragraf dalam novel adalah salah satu pelajaran terbesar yang saya pelajari sebagai penulis. Setiap paragraf memiliki peran spesifik, dan menulis novel adalah soal bagaimana menyeimbangkan semuanya.

Kalau kamu sedang menulis novel, coba perhatikan bagaimana kamu menggunakan paragraf-paragraf yang sudah saya sebutkan. Jangan takut untuk mencoba menulis dan belajar dari kesalahan. Novel yang hebat adalah hasil dari proses panjang dan banyak revisi.

Memahami paragraf juga menjadi jawaban kalau kamu merasa mentok, ingatlah: setiap paragraf bisa aja menjadi peluang untuk membuat cerita lebih hidup! Jika suatu scene ternyata gak cocok ditulis dengan cara itu, kamu bisa pakai jenis paragraf lain yang mungkin bisa aja jadi jawabannya.

Sekian dari saya, mari berinteraksi di kolom komentar.

Bibliografi: Sumber Rujukan

Ketika menulis artikel ini, saya memecahkan ide dan menyusun kerangka dengan bantuan AI seperti ChatGPT, Gemini dan DeepShark. Sumber-sumber yang saya cantumkan berikut merupakan hasil Googling saya—dan beberapa di antaranya muncul karena saya mengecek hasil generatif AI, yang mana dia memunculkan sumber tulisannya.

  1. Pijar Belajar [2023, 28 September], dalam “Pengertian Teks Deskripsi, Tujuan, Ciri, Struktur, Jenis dan Contohnya” diakses pada Desember 2024 dari laman Pijar Belajar.
  2. Rustandi, Adi. [2019, 1 Juni], dalam jurnal “PEMBELAJARAN MENULIS PARAGRAF NARASI…” diakses pada Januari 2025, diunduh dari laman Jurnal Unsil.
  3. Tiah, Putri. [2023, 30 Januari], dalam “Dialog: Pengertian, Ciri, Aturan, Langkah, dan Contohnya” diakses pada November 2024 dari laman DetikEdu / DetikPedia.
  4. Maelasari, Neneng. [ 2020, April], dalam “MENULIS TEKS EKSPOSISI DALAM MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING” diakses pada Januari 2025, diunduh dari laman Jurnal Unibba.
  5. Rahma Sari, Anisa. [ - ] dalam makalah “Hakikat Paragraf Persuasi” diakses pada Januari 2025 dari laman Scribd.
Hendy Jobers, seorang Pak RT di grup Facebook kepenulisan: "Ingin Menjadi Penulis. Namun, Enggan Menulis."

تعليقان (2)

  1. Saya sering nemu paragraf-paragraf ini kalau baca novel, dan baru tahu sekarang, kalau tiap paragraf punya nama masing-masing.

    Semoga setelah ini, saya bisa menulis karya dengan lebih menarik.

    Terima kasih banyak Pak Rt....
  2. Sangat informatif. Saya sekarang jadi tahu kalau paragraf dalah novel punya jenisnya. Ayo buat segmen tentang paragraf narasi lagi Bang Hen
© Kepenulisan.com. Hak cipta. Developed by Jago Desain