Ketentuan yang diterapkan di situs kepenulisan.com dalam tautan berikut: Ketentuan

Kesalahan Umum Penulis Pemula Ketika Menulis Prolog Novel

Apa saja kesalahan umum yang sering dilakukan penulis pemula ketika menulis prolog novel? Berikut penjelasan dari Hendy Jobers.
Menulis Prolog

Ketika saya pertama kali mencoba menulis novel, saya merasa prolog adalah "keharusan." Rasanya, seperti prolog adalah “awalan” agar pembaca mau terus membaca. Tapi kenyataannya, banyak penulis pemula (termasuk saya waktu itu) justru melakukan kesalahan saat menulis prolog.

Prolog yang seharusnya menarik malah jadi penghalang pertama untuk terhubung dengan pembaca.

Berikut, beberapa kesalahan umum menurut saya; yang sering saya lihat—dan kadang saya lakukan sendiri—ketika menulis prolog untuk novel.

1. Prolog Tidak Relevan dengan Cerita Utama.

Prolog yang tidak relevan merupakan kesalahan paling klasik. Saya pernah menulis prolog yang menceritakan latar belakang dunia cerita dengan sangat detail.

Ada sejarah panjang peperangan antar kerajaan, pengkhianatan, dan bahkan detail tentang bahasa kuno yang mereka gunakan. Tapi masalahnya, informasi ini tidak relevan untuk cerita utama yang justru fokus pada konflik personal tokoh utama.

Pembaca akhirnya merasa prolog itu hanya "buang-buang waktu." Jika prolog tidak berhubungan langsung dengan cerita, mungkin lebih baik informasi tersebut disisipkan di bab saja.

2. Terlalu Banyak Informasi (Info Dump).

Perlu diketahui, kalau prolog novel bukan tempat terbaik—atau bahkan tempat yang tepat—untuk menuangkan semua informasi penting tentang dunia, tokoh, dan konflik.

Prolog yang penuh dengan info dump justru membuat pembaca kewalahan. Sebab, biasanya pembaca belum punya alasan untuk peduli pada dunia atau tokoh yang diceritakan, jadi semua informasi itu hanya lewat begitu saja.

Misalnya, jika kamu menulis novel fantasi, pembaca tidak perlu tahu tentang struktur politik kerajaan dalam prolog. Simpan detail itu untuk saat relevan di cerita utama.

3. Prolog yang Membingungkan.

Kadang, penulis pemula mencoba membuat prolog yang berkesan, dengan harapan membangun rasa. Sayangnya, terlalu banyak rasa dan kesan justru bisa membuat pembaca bingung.

Saya pernah membaca prolog yang penuh dengan deskripsi simbol-simbol aneh tanpa konteks. Alih-alih penasaran, saya malah merasa kesal karena tidak mengerti apa yang terjadi.

Saran saya: jika ingin menanamkan kesan, cukup berikan sedikit petunjuk atau kaitkan dengan konflik utama agar pembaca tetap merasa terhubung.

4. Prolog Bukan untuk Adegan Aksi yang Tidak Penting!

Memulai prolog dengan adegan aksi yang intens tapi tidak ada hubungannya dengan cerita utama. Misalnya, prolog yang menggambarkan pertempuran epik antara dua tokoh yang akhirnya tidak pernah disebutkan lagi di sepanjang cerita.

Adegan aksi memang menarik, tapi jika pembaca merasa itu tidak relevan, pembaca akan kecewa. Lebih baik, mulailah langsung dari konflik utama atau tokoh yang relevan dengan cerita.

5. Prolog Terlalu Panjang.

Prolog seharusnya sederhana saja, to the point, dan menggugah rasa penasaran. Tapi banyak penulis pemula (termasuk saya waktu itu) menulis prolog yang hampir setebal bab pertama.

Hasilnya? Pembaca sering kali jengkel sebelum benar-benar masuk ke cerita.

Kalau prolog kamu lebih dari 1.500 kata, coba evaluasi: Apakah semua itu benar-benar perlu? Kamu sebenarnya bisa menyisipkan informasi yang ada di prolog secara bertahap di dalam cerita.

6. Prolog Tidak Memiliki Tujuan yang Jelas.

Salah satu kesalahan besar penulis pemula ialah menulis prolog tanpa alasan yang jelas. 

Saya dulu berpikir prolog hanya untuk “permulaan” yang harus ‘wah’. Namun, seiring waktu, saya belajar bahwa prolog harus punya tujuan spesifik.

  1. Prolog bisa jadi memberikan latar belakang dunia.
  2. Memperkenalkan konflik utama, atau…
  3. Menggambarkan peristiwa penting yang tidak bisa diceritakan di bab utama.

Jika prolog kamu tidak punya tujuan yang jelas, kamu harus bertanya pada dirimu; apakah novel yang kamu tulis benar-benar membutuhkan prolog?

Tips Menulis Prolog yang Efektif.

  • Pertimbangkan apakah prolog benar-benar diperlukan. Jika tidak, mulai langsung dari bab pertama saja.
  • Jaga agar tetap singkat dan fokus. Jangan menjelaskan terlalu banyak. Biarkan pembaca penasaran.
  • Pastikan relevansi dengan cerita utama. Prolog harus terhubung dengan konflik atau tema utama novel kamu.
  • Gunakan gaya yang selaras dengan bab berikutnya. Jangan terlalu berbeda sehingga terasa seperti membaca dua buku yang berbeda.

Kesimpulan

Prolog harus menjadi pembuka yang menyambut pembaca di awal dan bisa jadi diabaikan jika tidak ditulis dengan tujuan yang jelas dan relevan.

Sebagai penulis, kita harus ingat bahwa pembaca hanya akan bertahan jika mereka merasa terhubung dengan cerita. Jadi, jika prolog yang kamu tulis tidak membantu membangun koneksi itu, mungkin lebih baik tidak usah menulis prolog.

Jika pun kamu merasa prolog kamu tidak cukup bagus, tenang saja. Itu bagian dari proses belajar. Saya pun masih terus belajar untuk menulis prolog yang lebih efektif. Toh, inti dari menulis adalah terus mencoba dan berkembang; ya, kan?

Hendy Jobers, seorang Pak RT di grup Facebook kepenulisan: "Ingin Menjadi Penulis. Namun, Enggan Menulis."

إرسال تعليق

© Kepenulisan.com. Hak cipta. Developed by Jago Desain