Boy Candra berhasil menggambarkan realita kehidupan yang dekat dengan saya sebagai pembacanya. Oleh karena itu, izinkan saya mengulas novel ini, dan menjelaskan mengapa novel ini begitu istimewa di mata saya.
Informasi Umum Novel: “Bu, Tidak Ada Teman Menangis Malam ini”.
- Judul Novel: Bu, Tidak Ada Teman Menangis Malam ini.
- Penulis: Boy Candra
- Penerbit: Gramedia Widisarana Indonesia (Grasindo)
- Tahun Terbit: 2023
- Genre: Slice of Life
- Jumlah Halaman: 144 Halaman
- Daftar isi: Prolog, 5 Bab, Epilog
- Penyelia Naskah (Pengawas): Yayi Dewintya
- Editor: Linda Irawati
- Ilustrasi: Ragil Kurnia Pribadi
- Tata Letak Isi: Studio Galuni
- ISBN: 978-602-05-3028-4
Saya membeli buku ini di Official Store Gramedia di Tokopedia seharga Rp. 73.800 dengan ongkir Rp. 20.000 ke Kalimantan. Saya mendapatkan ongkir segitu karena promo belanja nominal tertentu.
Saya sangat menyarankan untuk lebih teliti membeli buku di e-commerce. Jangan beli buku bajakan!
Tentang Novel: “Bu, Tidak ada Teman Menangis Malam ini”.
Berlatar di kota Padang, pada masa sekarang. Novel karya Boy Candra satu ini menceritakan tentang kekhawatiran, kegelisahan, kerinduan, dan segala isi hati dan pikiran seorang laki-laki muda yang telah ditinggal ibunya. Tentang sebuah kehidupan bertahan yang bertahun, tentang seorang Pak Tua yang ingin segera menyusul kedua orang tuanya.
Tentang saya… yang membaca novel ini; yang mulai gelisah, risau, khawatir, dan takut, rindu, juga ingin memeluk ibu di kota kelahiran, yang kini saya tinggal pergi merantau ke Kalimantan demi harga diri.
Tema, Topik, dan Garis Besar Cerita: “Bu, Tidak ada Teman Menangis Malam ini”.
Secara garis besar, novel “Bu, Tidak ada Teman Menangis Malam ini” memiliki tema kerinduan seorang laki-laki dengan ibunya, di mana topik yang dibahas merupakan hal-hal yang menjadi kegelisahan, yang menjadi buah pikiran dan isi hati seorang anak kepada orang tua; khususnya kepada ibu.
Novel ini menggunakan perspektif seorang Pak Tua—tidak dijelaskan siapa namanya—yang menabrak seorang laki-laki muda dalam perjalanan ziarah ke makam orang tuanya. Dalam insiden itu, Pak Tua menemukan satu buku harian bersampul hitam terjatuh milik anak yang ditabraknya tadi; kemudian, dia membawa buku itu dan membaca buku tersebut, kemudian mendapati bahwa isi di dalam buku tersebut sama seperti kegelisahannya selama ini.
Pak Tua berencana memulangkan buku tersebut dan mencari pemilik bukunya. Karena, buku tersebut ia rasa sungguh sangat berarti bagi pemiliknya. Sebenarnya, mereka sudah bertemu di bengkel secara tidak langsung—tidak menyadarinya karena sama-sama tidak saling kenal. Akhirnya, Pak Tua terus mencari sang pemilik, dan si anak tersebut pada akhirnya tidak menulis lagi; tidak mencurahkan hatinya lagi, tidak menangis lagi.
Pada awalnya, saya mengira bahwa judul novel ini diambil dari tajuk pada halaman 112. Namun, perkiraan saya salah. Menurut saya, setelah membacanya; novel ini berjudul demikian karena sang tokoh utama pada akhirnya memang tidak memiliki teman menangis lagi, seorang teman dalam bentuk buku.
Sama seperti saya; buku tulis adalah teman yang secara istimewa mau menampung segala isi kepala, hati, dan segalanya dalam diri saya.
Pada akhirnya, si tokoh utama dalam novel ini mengalami perubahan setelah kehilangan buku-nya. Dia berhasil menemukan cara lain menghadapi hari-harinya yang gelap.
Tokoh dan Karakter dalam Novel: “Bu, Tidak ada Teman Menangis Malam ini”.
Hanya ada tiga tokoh dalam novel ini: Pak Tua, dengan istrinya (dan ada anak perempuan mereka, Serani yang sekilas hadir dalam videocall Whatsapp), serta tokoh utama dari novel ini; Bendung si pemilik buku harian bersampul hitam.
Dalam novel bergenre slice of life, peran-peran seperti protagonis dan antagonis tuh tidak ada. Semua tokoh yang berperan hanya fokus menceritakan kehidupannya sehari-hari saja. Konflik utamanya bukan tentang menggapai sesuatu, meraih sesuatu, atau mewujudkan sesuatu; melainkan tentang kehidupannya sehari-hari saja.
Dalam novel ini, kita menggunakan perspektif Pak Tua yang membaca tulisan dari buku harian bersampul hitam milik Bendung. Digambarkan, bahwa Pak Tua adalah tipikal orang tua pada umumnya; ia menghabiskan waktunya dengan memancing—menonton video memancing di kanal YouTube—berjalan pagi, ngopi, dan duduk di teras rumah menikmati malam.
Sedangkan istri Pak Tua digambarkan sebagai sosok yang sabar, romantis, memahami suaminya, dan mengerti dengan kondisinya. Sementara Bendung digambarkan sebagai seorang laki-laki muda yang bertahan hidup dengan beban pikiran.
Ulasan Novel: “Bu, Tidak ada Teman Menangis Malam ini”.
Apa yang membuat saya menangis ketika membaca buku ini adalah ketika ikan goreng, lontong untuk sarapan, sambal, dan kopi disebut dalam novel ini. Hal tersebut yang membuat saya merindukan ibu saya di kota Medan sana. Novel yang berlatar di Sumatera ini sangat berkaitan erat dengan kehidupan saya sebagai seorang laki-laki.
Sementara isi buku harian bersampul hitam yang ditulis Bendung amat sangat membentuk kegelisahan dalam hati saya; bagaimana jika ibu saya suatu hari nanti pergi? Jika hari itu tiba, mungkin saya tidak akan memiliki teman menangis juga di malam hari.
Baca Juga: Ulasan "Melihat Pengarang Tidak Bekerja": Merasakan Hal yang Dirasakan Pengrajin Kata.
Sebab, selama saya merantau di Kalimantan; saya selalu menelpon ibu saya, menceritakan keseharian yang saya lalui, menanyakan kabar, meminta diajarkan memasak, dan sebenarnya obrolan saya tidak terlalu dalam juga, sebab saya juga tidak terlalu dekat dengan Ibu. Namun, tidak bisa saya bohong pada diri, bahwa saya sangat merindukan ibu saya.
Hal yang Membuat Novel ini Solid dan Legit.
Tak perlu banyak waktu untuk dapat menuntaskan buku ini; sekali duduk, dalam waktu dua jam, saya bisa selesai membacanya. Tanpa kebingungan memahami makna, hanya fokus menikmati dan mengulang membacanya kembali karena tulisannya begitu bermakna besar.
Ceritanya mengalir tanpa hambatan, tanpa perangkat sastra semacam flashback atau plot twist, bahkan saya kira; cerita ini menceritakan masa muda Pak Tua. Namun, ternyata tidak.
Setiap diksi yang tertulis dalam novel ini sama persis dengan kegelisahan dan kerisauan saya di dalam kepala. Ketika membacanya, saya seperti bercermin. Begitu pula dengan Pak Tua yang membaca buku harian bersampul hitam milik Bedung itu, beliau dan saya seakan-akan sedang bercermin.
Saya gak Suka Novel ini! Karena…
Terlalu banyak ilustrasi. Saya tidak bermaksud mengatakan kalau ilustrasinya jelek. Hanya saja, ilustrasinya terlalu banyak dan mengganggu saya menikmati diksi. Ketika melihat ilustrasi, saya malah jadi menikmati ilustrasinya yang malah membuat saya ingin bisa membuatnya juga.
Well, ilustrasi yang dihadirkan tentu bukan menjadi kendala besar. Saya paham, ini slice of life, dan mungkin saja buku ini menyesuaikan juga agar dapat dinikmati orang-orang yang tidak terbiasa membaca novel, karena dipenuhi kata tanpa gambar.
Lebih dari itu, saya malah merasa terganggu dengan huruf kapital yang tidak digunakan setelah titik. Saya mengerti, itu ditulis dalam buku harian untuk meningkatkan kesan. Namun, jujur saja; saya adalah orang yang mudah terusik dengan penggunaan tanda baca. Mohon maafkan saya.
Akhir kata…
Novel “Bu, Tidak ada Teman Bercerita Malam ini” akan sangat cocok untuk kamu yang ingin menikmati bacaan yang ringan, sederhana tapi indah, bermakna dan berkesan. Sebab, buku ini tidak memerlukan waktu yang banyak karena dapat dinikmati hanya dengan sekali duduk—menurut situasi dan kondisi saya pribadi.
Buku ini sangat cocok untuk kamu yang ingin mendapatkan “reading experience” untuk meningkatkan daftar bacaan. Bisa jadi, buku ini akan kurang berkesan untuk orang-orang yang—mohon maaf—memiliki kesan buruk dengan ibu-nya, atau bisa jadi, dengan buku ini; kamu malah bisa memahami hal-hal yang saya alami, sebuah perasaan rindu dengan ibu.
Saya: Hendy Jobers bertanggungjawab untuk seluruh isi dalam tulisan Blog Post ini. Saya pastikan bahwa tulisan ini 100% berasal dari pengalaman saya membaca, dan data yang dipaparkan sesuai dengan bukunya. Saya juga mengucapkan mohon maaf apabila ada kata yang sekiranya kurang tepat; jika hal tersebut dirasa memang kurang tepat, tolong bantu saya mengoreksi dan memperbaikinya.
Pada akhirnya, saya mengucapkan terima kasih. Mohon bagikan artikel ini jika kamu merasakan “reading experience” yang sama seperti saya. Apabila kamu belum membaca novel ini, semoga kamu bisa membacanya dalam waktu dekat. Jangan ragu! Buku ini sangat saya rekomendasikan sesuai dengan pemaparan yang saya sampaikan.
Ingat untuk jangan membeli buku bajakan! Apapun yang terjadi, bersabarlah dan berusahalah untuk bisa membeli buku original.
Terima Kasih: Boy Candra.
Senang banget, beberapa jam setelah post ini dipublikasikan. Saya langsung mendapatkan respon dari X (Twitter). Semoga jadi semangat untuk saya mengulas karya-karya penulis lain; dan semoga menjadi penyemangat untuk saya menyelesaikan naskah novel.
Sumber screenshot X : X.com/dsuperboy