Kecerdasan buatan atau artifisial intelijen (artificial intelligence) kini menjadi tren yang memberikan dampak kepada para penulis sastra siber, seperti Author novel, Blogger, dan Content-writer. Dampak yang paling dirasakan dari pengaruh kecerdasan buatan bagi penulis adalah "kemudahan mengelola data".
Sebagai seorang Blogger dan Author Novel Digital yang merupakan bagian dari sastra siber; saya merasakan bahwa kecerdasan buatan telah memberikan kemudahan di beberapa aspek. Khususnya kemudahan menulis novel di handphone dengan AI.
Saya bertanya pada Google Bard AI dan ChatGPT tentang hal-hal apa saja yang bisa penulis manfaatkan dari kecerdasan buatan.
Kira-kira, seperti ini pertanyaannya: Apa yang dapat saya manfaatkan dari kecerdasan buatan sebagai seorang penulis?
Berikut, jawaban yang saya rangkum dari hasil bertanya ke Bard AI dan ChatGPT dan saya susun sebagai "Pemanfaatan Kecerdasan Buatan di Bidang Kepenulisan".
Kecerdasan Buatan sebagai Partner Brainstorming pra-penulisan.
Saya sepakat dengan jawaban yang diberikan kecerdasan buatan itu. Jujur saja, memanfaatkan kecerdasan buatan sebagai partner brainstorming merupakan manfaat paling nyata yang dapat dirasakan.
Saya bahkan lebih sering memanfaatkan kecerdasan buatan sebagai partner brainstorming karena saya tidak memiliki banyak teman yang sesuai dengan minat.
Rasanya seperti memiliki seorang asisten menulis yang menguasai banyak bidang pengetahuan — dan kadang-kadang, partner brainstorming ini juga bisa memberikan saya saran-saran dan tips yang dapat dimanfaatkan untuk kelancaran proses menulis.
AI Memudahkan Proses Perencanaan Menulis.
Pra-penulisan atau proses perencanaan kadang-kadang lebih banyak menguras waktu alih-alih proses menulis itu sendiri. Sebagai seorang Blogger, saya harus melakukan riset kata kunci (keyword) dan memahami hal-hal apa saja yang dibutuhkan pembaca daripada hal-hal apa saja yang ingin saya tulis.
Dengan bantuan AI, saya hanya bertanya kepada dia, "berikan saya data pencarian kata kunci terkait [ keyword ] dan informasi seperti apa yang dibutuhkan pembaca".
Kemudahan yang diberikan AI ini meringkas proses dan memberikan saya sebuah kesimpulan yang sesuai seperti yang diinginkan. Padahal dulu, saya perlu tiga hari untuk dapat mengumpulkan data dari sebuah kata kunci yang ingin saya tulis.
Di lain sisi, sebagai seorang author novel di era siber sastra. Kecerdasan buatan dapat dimanfaatkan untuk menyusun outline atau kerangka cerita. Tak hanya itu, juga bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan ide, tokoh, dan unsur-unsur intrinsik novel yang lain.
Baca Juga: Era Sastra Siber - Memahami Dunia Baru Literasi Digital.
Artifisial Intelijen Mendorong Produktivitas Menulis
Harus saya akui, bahwa dengan kemudahan dan hal-hal menyenangkan yang ditawarkan kecerdasan buatan kepada saya sebagai seorang penulis, membuat saya lebih produktif karena dapat menghasilkan tulisan-tulisan yang dalam tanda kutip, "lebih bernutrisi".
Produktivitas menulis yang didorong artifisial intelijen membuat saya lebih tahu akan hal-hal seperti: siapa pembaca saya, apa yang pembaca ingin dapatkan dari tulisan saya, dan bagaimana saya bisa menulis hal-hal yang sesuai dengan target pembaca, juga sesuai dengan apa yang pembaca inginkan.
Karena sudah tahu akan tujuan dan target tersebut, saya jadi lebih menyukai proses menulis, dan menjadi lebih ingin menghasilkan tulisan-tulisan yang sesuai dengan kebutuhan pembaca.
Walaupun begitu… tetap saja, ada banyak alasan yang membuat saya menjadi lebih sering malas menulis. Salah satunya adalah: buat apa saya menulis, toh udah ada AI.
Penutup:
Entah kenapa, hal-hal yang memudahkan justru membuat saya lama-lama menjadi kurang bergairah. Padahal, saya tahu bahwa dengan kemudahan yang dapat dimanfaatkan dari kecerdasan buatan, bisa membuat saya menjadi seorang yang mampu menghasilkan ragam tulisan kreatif.
Hal ini lah yang juga dikhawatirkan teman-teman penulis lainnya. Banyak yang khawatir, AI akan menggantikan pekerjaannya di kemudian hari. Namun, AI sampai saat ini masih sebatas alat, masih memerlukan perintah yang cocok agar dapat menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diinginkan.
Kecerdasan buatan sepertinya sama saja seperti smartphone (ponsel pintar). Tetap saja, pengguna lah yang mengendalikan itu.
Jangan pernah takut dengan perkembangan kecerdasan buatan yang semakin canggih. Takutlah dengan "kebodohan alami" manusia yang kian masif seiring kemudahan perkembangan teknologi.