Ketentuan yang diterapkan di situs kepenulisan.com dalam tautan berikut: Ketentuan

Ciri-ciri Novel yang Membosankan Bagi Pembaca.

Tahukah kamu? Ada ciri-ciri novel yang membuat pembaca cepat bosan, sehingga membuatnya jadi enggan untuk melanjutkan membaca novel kamu. Apa saja?

Ciri-ciri Novel

Tahukah kamu bahwa ada banyak hal yang membuat pembaca langsung merasa bosan, sehingga membuatnya jadi enggan untuk melanjutkan membaca novel kamu?

Kamu sebagai seorang penulis novel, tentu saja nggak mau ada hal-hal yang cepat membuat pembaca bosan di karya tulis kamu.

Jika pembaca bosan, hal ini akan membuat enggan untuk melanjutkan membaca cerita yang kamu tulis.

Nah, berikut ini poin-poin yang saya rangkum berdasarkan diskusi dan survei dari grup kepenulisan: INGIN MENJADI PENULIS. NAMUN, ENGGAN MENULIS serta dirangkum dari sumber-sumber lain: 

1. Opening Novel yang Klise.

Opening Novel merupakan bagian yang mengemban tanggung jawab paling besar dalam sebuah karya tulis novel. 

Jika pembuka novel ini dianggap klise atau tidak menimbulkan kesan; maka kemungkinan besar pembaca akan merasa bosan sehingga mereka enggan untuk melanjutkan.

Opening cerita novel mencakup: prolog—jika kamu punya, paragraf pembuka, dan bab pertama. Ketiga hal ini yang pertama kali hadir menyambut pembaca.

Prolog Novel

Ada beberapa hal yang tidak boleh kamu lakukan di opening cerita. Beberapa di antaranya, seperti:

  • Mendeskripsikan pagi dengan segala hiruk pikuk-nya; matahari, alarm, telat, sarapan roti. Hal-hal ini dianggap klise.

  • Menumpahkan pengenalan tokoh yang meluber; karena sejatinya kamu bisa melakukan itu perlahan-lahan di sepanjang cerita.

Dengan begitu, kamu perlu memperhatikan kembali opening cerita kamu, ya. Jangan sampai, opening kamu malah membuat pembaca jadi malas membaca karya kamu. 

Dialog Novel Pingpong Nirguna.

Sebagai seorang penulis atau author platform, kamu harus memahami dan sadar bahwa Gaya Kepenulisan dan Gaya Berbicara Sehari-hari itu tidak bisa disamakan di dalam novel!

Meskipun memang ada baiknya, kamu menangkap percakapan yang menjadi dinamika kehidupan manusia; tapi, Dialog Pingpong atau berbalas Dialog ini tidak cocok untuk novel; dengan beberapa hal yang dikecualikan.

Jika kamu semasa sekolah dulu menggunakan Standar Pendidikan KTSP 2006, pasti sering menemukan bentuk dialog seperti ini:

Tokoh A : Hai, Apa kabar?

Tokoh B : Kabarku baik, Bagaimana denganmu?

Tokoh A : Kabarku juga baik-baik saja. Kamu sedang apa?

Tokoh C : Kalian berbicara seperti ini? 

Kemudian, contoh di atas diaplikasikan dalam percakapan novel sehingga berbentuk seperti: 

“Hai, apa kabar?” tanyaku.

“Kabarku baik,” balasnya. “Bagaimana denganmu?” sambung dia.

“Kabarku baik-baik saja.” Aku membalas. “Kamu sedang apa?” 

Percakapan seperti itu tidak berguna jika tidak mampu memberikan pengaruh pada alur cerita. 

Penulis bisa memanfaatkan narasi yang menjelaskan interaksi antar kedua tokoh jika saling bertukar kabar dengan sesekali mengembangkan situasi, serta menjatuhkan beberapa informasi yang berguna.

Untuk Pembahasan akan Fungsi dan Peran Dialog di dalam Novel, saya telah menyajikannya secara kompleks dalam artikel berikut: Menulis Dialog Novel untuk Penulis Pemula dan Author Wattpad.

Dialog Mendominasi:

Apabila kamu melanjutkan dialog pingpong atau saling membalas dialog seperti contoh di atas, hal ini akan membuat dialog lebih mendominasi isi cerita.

Jika berlebihan, hal itu membuat Dialog jadi kekurangan peran, dan tidak sesuai fungsinya di dalam novel. Padahal, dialog itu sebenarnya hanya bumbu, lantas; porsi bumbu yang kebanyakan hanya akan mengacaukan cita rasa.

Bayangkan jika sebuah bumbu masakan lebih mendominasi ketimbang bahan masakannya sendiri, pasti sulit diterima, sih. 

Jadi, pertimbangkan kembali penggunaan dialog jika masih bisa diubah ke paragraf narasi atau deskripsi, dan eksposisi. Tak lupa, buatlah dialog yang lebih interaktif.

Tapi, banyak kok karya tulis yang bahkan dialognya seabrek. Ya boleh saja, asalkan dialognya sesuai peran dan fungsinya.

Dialog Interaktif Novel

Tema Novel;

Novel memiliki tema yang mempengaruhi genre dan topik yang disematkan ke dalam cerita dan dipilih sebagai identitas karya tulis.

Tema, Topik, dan Genre ini merupakan identitas utama dari sebuah cerita novel yang mengisahkan seorang tokoh dengan kehidupannya bersama lingkungan tempat tinggalnya.

Perlu kamu ingat, bahwa ada beberapa tema yang perlu kehati-hatian dalam proses eksekusinya; serta ada beberapa tema yang sudah dinilai pasaran.

Tapi, ada banyak tema yang sering dinistakan dan hanya sekadar tempelan. Beberapa tema yang sering dinistakan, misalnya: mental health issue yang di-romantisasi, dan hal-hal tabu yang di-romantisasi lainnya.

Sebenernya, boleh saja. Jika topik dan tema yang kamu bahas sudah sesuai dengan selera target pembaca kamu.

Novel yang Cacat Logika.

Buang anggapan orang yang mengatakan bahwa novel atau fiksi tidak membutuhkan logika! Kamu pasti pernah dengar, bahwa logika dalam fiksi hanya akan menjadi penghambat jalan cerita. Semua itu, ngibul!

Logika Berpikir Pembaca terhadap suatu karya tulis novel bisa dibentuk dengan Logika Bertutur. Maksudnya, Logika Bertutur adalah konsisten mengungkapkan pesan kepada pembaca. 

Sehingga, logika dalam cerita bisa selaras dengan logika berpikir pembaca. Logika Bertutur ini berfungsi untuk membentuk dan membatasi tingkah laku atau karakteristik tokoh. 

Jika tidak ada Logika Bertutur, orang-orang tidak akan percaya bahwa ada Ikan yang bisa memanjat pohon.

Logika Bertutur nantinya akan menciptakan “Definisi Fiktif”. 

Pembentukan Definisi Fiktif ini bisa dibangun dengan menjabarkan perilaku tokoh, dan mendeskripsikan situasi.

Misalnya: tokoh yang memiliki keturunan Vampire bisa hidup abadi dikarenakan mereka tidak memiliki darah di tubuhnya tapi mereka bisa lenyap jika terpapar sinar matahari.

Hal itu terus-menerus dibentuk sehingga menjadi definisi fiktif. Padahal, jika pembaca berpikir menggunakan logikanya; bagaimana bisa seseorang hidup lebih lama tanpa darah di tubuhnya?

Terpujilah Novel dengan Segala Kefiksian-nya.

Fiktif atau bersifat fiksi, yang jika disederhanakan menjadi tidak berdasarkan kenyataan; bukan berarti semua hal bisa terjadi karena fiksi.

Seperti penjelasan di atas, penulis atau author perlu membangkitkan Definisi Fiktif dalam ceritanya dengan Logika Bertutur.

“Mengapa si tokoh bisa begini” atau “Kenapa sesuatu di dalam ceritanya bisa begitu”, harus dibentuk dan tidak boleh terbentuk begitu saja dengan dalih; "ini kan fiksi!" 

Benar, kamu bebas berkhayal dan tidak ada yang boleh membatasi imajinasi kamu. Tapi, kamu masih perlu menggunakan akal sehat untuk berpikir logis. 

Contohnya begini: Burung bisa terbang, tapi burung unta tidak bisa terbang. Padahal dia burung, dia punya sayap, kenapa? Apakah karena dia hasil perselingkuhan antara Burung dengan Unta? 

Nah, ternyata ada penjelasan yang membuat pembaca membentuk logikanya tentang mengapa burung unta tidak bisa terbang. 

Plot Plak-Ketiplak 

Plot memiliki babak; semua babak dalam cerita nantinya akan membentuk struktur.

Cerita yang tidak memiliki struktur akan dianggap pembaca sebagai plot datar karena tidak mengalami peningkatan, gejolak, atau tikungan. 

Novel bukanlah buku diary seseorang yang menceritakan kehidupan sehari-hari si tokoh menjalani kehidupannya. Meskipun, genre Slice of Life juga menceritakan kejadian sehari-hari.

Walau begitu, alur cerita kamu harus mengalami perubahan struktur dengan tindak-tanduk yang dilakukan si tokoh yang berperan di dalam cerita.

Perubahan struktur ini sebisa mungkin menciptakan Plot Line yang tidak mudah ditebak pembaca, meskipun pada akhirnya memang akan ditebak. 

Ibarat Rollercoaster; pembaca pasti sudah tahu ujung dan liukan jalurnya, tapi mereka tidak tahu rasa setiap liukan itu.

Diksi yang Menye-menye.

Diksi merupakan pemilihan kata yang digunakan penulis untuk menggambarkan nuansa sehingga dapat menyampaikan gagasan dan pemikiran. 

Diksi di dalam novel tidak sekadar asal pilih, berikut ini beberapa fungsi diksi di dalam novel:

  • Menyampaikan Pesan ke Pembaca.
  • Bentuk Komunikasi Efektif.
  • Ekspresi
  • Hiburan 

Sehingga, diksi atau pemilihan kata ini mampu menyampaikan pesan di dalam cerita, menjadikannya sebagai bentuk komunikasi, dan ekspresi yang dapat membangkitkan suasana juga nuansa, serta bisa memberikan hiburan ke pembaca lewat kata-kata.

Nah, sayangnya; masih banyak karya tulis yang diksinya itu “menye-menye” atau kelewat kelebihan banget, lah. 

Ada beberapa adegan, momen, bahkan dialog yang menggunakan diksi kelewat lebih banget, yang menyinggung ginjal kanan pembaca.

Penggunaan diksi atau pemilihan kata yang menye-menye akan membuat majas atau gaya bahasa menjadi bertele-tele.

Seharusnya pembaca bisa mudah mendapatkan pesan yang dimaksud, eh malah jadi dibuat berpikir dan membuat mereka jadi tertekan batin.

Kamu pasti tahulah, pembaca itu banyak anu-nya. Ada saja hal-hal yang membuat mereka mudah terusik.

Gaya Bahasa yang Bertele-tele.

Gaya Bahasa merupakan cara penulis melukis atau mendeskripsikan sesuatu sehingga dapat membangkitkan emosional pembaca sehingga novel lebih hidup dan berkesan.

Gaya Bahasa berpengaruh pada rasa yang tertuang dalam novel. Pada sebuah novel, Gaya Bahasa wajib diperhatikan dengan pertimbangan serius karena merupakan unsur intrinsik novel.

Gaya Bahasa atau yang biasa disebut sebagai Majas memiliki empat macam, yang terbagi lagi menjadi 56 jenis. 

Inkonsistensi Protagonis 

Inkonsistensi protagonis sering ditemukan di karya-karya Wattpad. Tokoh yang dideskripsikan tidak selaras dengan tindakannya. 

Selain itu, inkonsistensi protagonis membuat si protagonisnya tidak mendapatkan pengembangan diri. Misalnya; ada tokoh yang dideskripsikan suka dengan milkshake, tapi ternyata dia memiliki alergi protein hewani. 

Laaah?!

Pengembangan Tokoh yang Amburadul: 

Jika semua hal yang telah dijabarkan di atas kemudian dirangkum menjadi satu; maka terbentuklah sebuah hal mengacaukan pengembangan tokoh sehingga terkesan tidak natural.

Tokoh bisa saja melakukan tindakan seenaknya karena fiksi, tokoh bisa saja mendapatkan kekuatan yang tidak pernah dipikirkan pembaca hanya karena demi menciptakan plot twist.

Bahkan, bisa saja setiap tokoh yang berperan dalam cerita tidak mampu memetik hikmah yang telah mereka lalui di dalam cerita.

Jika tokoh gagal mendapatkan pengembangan, maka amanat dalam cerita pun tidak akan terbentuk. Padahal, amanat dalam cerita merupakan unsur intrinsik novel yang wajib ada di setiap karya tulis.

Kesimpulan: 

Novel yang berkesan itu, merupakan novel yang sudi direkomendasikan si pembaca ke rekan-rekannya. Dia bangga telah membaca karya tulis kamu sehingga dia mau memberitahu ke orang lain.

Jika karya tulis kamu membosankan karena mengandung ciri-ciri novel yang membuat pembaca enggan melanjutkan seperti yang telah kita bahas; bagaimana bisa mereka mau membagikan ke teman-temannya? 

So, diperhatikan dan pertimbangkan semua hal-hal yang telah kita bahas dalam artikel ini. Sering-seringlah melakukan evaluasi pasca editing agar kamu bisa mengimprovisasi kemampuan menulis kamu. 

Hendy Jobers, seorang Pak RT di grup Facebook kepenulisan: "Ingin Menjadi Penulis. Namun, Enggan Menulis."

Posting Komentar

© Kepenulisan.com. Hak cipta. Developed by Jago Desain